SELAMAT DATANG DI HALAMAN WEBSITE DESA KERTAJAYA

SELAMAT DATANG DI HALAMAN WEBSITE DESA KERTAJAYA
SIAGA MELAYANI MASYARAKAT & GIAT MEMBANGUN

Friday, January 01, 2010

KENDARAN MENUJU PENDOPO INDRAMAYU INDEPENDEN ATAU PARPOL SUATU PENGANTAR BALON BUPATI

Oleh
Sentral Informasi Desa Kita
Kendaraan Independen membutuhkan dukungan sekurang kurangnya 4% dari Jumlah Penduduk
Berdasarkan Undang-Undang No 12 Tahun 2008 Tentang perubahan atas UU No 32 Tahun 2004 atau calon sekurang-kurangnya di dukung oleh 4% dari jumlah penduduk yang mempunyai hak pilih.
Belajar dari Kabupaten Garut, dimana pasangan calaon dari jalur kendaraan independen memenangkan pilkada di Kabupaten Garut . Aceng- Dicky merupakan pasangan independen yang menang pertama kali di propinsi Jawa Barat setelah adanya revisi UU No 32 Tahun 2004. (PR,23/1/09). Kemenangan pasangan tersebut di menangkan oleh adanya kasus korupsi besar-besaran yang terjadi di Kabupaten Garut sehingga Warga Garut khawatir dan trauma korupsi akan terjadi kembali jika memilih pasangan yang di usung oleh parpol. (red Seputar Indonesia). Berbeda dengan pengalaman pasangan independen di Kabupaten Subang yang mengalami kekalahan. Pasangan Primus Yustitio yang kalah dalam pilkada di Kabupaten Subang karena sosok calon independen harus benar-benar mengakar di daerah bukan hanya mengandalkan popularitas semata juga keberhasilan mengusung program dan isu-isu politik yang akan menjadi bahan kampanye.
Beberapa calon bupati yang akan menuju pendopo Indramayu dengan menggunakan kendaraan Independen,diantaranya. Salah satunya H. Tarwita Armad,SH. Mantan Jaksa Kasi Pinsus di Pengadilan Indaramayu masa bakti 1993-1999. secara terang-terangan sudah mulai mempersiapakan diri sebagai balon yang menggunakan kendaraan independen
(Sumber www.antara.co.id ).
Gambaran  kursi di Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kabupaten Indramayu
Hasil pemilihan Umum tahun 2009 dan banyaknya anggota DPRD Kabupaten Indramayu menjadi salah satu indikator untuk menggambarkan kantong basis massa dari berbagai partai yang mendapatkan kursi di lembaga Dewan. Partai Golkar mendapatkan 24 Kursi, PDIP sebanyak 7 kursi,PKB sebanyak 5 Kursi, Partai Demokrat 5 kursi,PKS 4 kursi,Partai Hanura 2 kursi, Partai Gerinda,2 Kursi dan PPP hanya mendapatkan 1 kursi.
Dari hasil perolehan kursi di DPRD tersebut Partai Golkar sudah memenui syarat untuk mencalonkan Salah satu Kandidat Bupati karena sudah 15% lebih perolehan kursi di DPRD Kabupaten Indramayu. Sedangkan partai lain sedang sibuk membuat koalisi karena persyaratan pengajuan balon bupati harus memperoleh minimal 15% kursi di DPRD.
Instrumen Logika Dasar Koalisi Bagi Partai politik di Kabupaten Indramayu
Syarat agar dapat mencalonkan seorang kandidat Bupati dan Wakil Bupati harus mempunyai 15% perolehan kursi di DPRD atau setara dengan 8 kursi.
Tabel
Perolehan Kursi di DPRD Kabupaten Indramayu pada Pemilu 2009
No Nama Partai Kursi Prosentase
01 Golkar 24 48
02 PDIP 7 14
03 PKB 5 10
04 Demokrat 5 10
05 PKS 4 8
06 PPP 1 2
07 Hanura 2 4
08 Gerinda 2 4
Total 50 100%
Sumber Informasi : Radar Cirebon.com di kelolah oleh Team Sidak
Apabila Partai Golkar Mencalonkan kandidat Bupati dan Wakil Bupati sudah memenuhi persyaratan tanpa harus berkoalisi dengan partai lain. Sedangkan partai lain harus melakukan koalasi dengan partai lainnya.
Aliansi Parpol nama yang di usung oleh koalisi antara PKS,Partai Demokrat,PKB,PPP dan PAN, yang akan mengahsilkan 15 Kursi atau 30% namun hingga sekarang hasil koalisi belum dipublikasikan. Kalau koalisi besar itu terjadi maka PDIP dapat berkoalisi dengan Hanura dan Gerinda dengan jumlah 11 kursi atau 22%.
Artinya apabila hal tersebut terjadi maka ada 3 pasangan kandidat Bupati dan Wakil Bupati yang di usung oleh partai.
Pasangan Kandidat Partai, Koalisi, Independen dan Mesin Politik guna menuju tiket ke Pendopo
Mungkin-kah koalisi bisa terwujud? sepertinya sangat sulit untuk di terapkan di pilkada Indramayu karena berbeda ceritanya dengan koalisi yang dilakukan di pusat. Seperti koalisi mengusung SBY-Budiono, jelas koalisi yang dilakukan sudah tentu ada balas jasa politik dengan memberikan jabatan menteri bagi partai yang ikut berkoalisi.
Seandainya koalisi besar di parlemen berlanjut ke pilkada, tentunya muncul pertanyaan: siapa calon bupatin  yang akan diusung dalam pilkada nanti? Misalnya posisi calon bupati hampir pasti menjadi milik Golkar.Lalu siapa wakilnya? Kalau wakilnya juga dari Golkar, apakah PDIP, Demokrat dan PKB bisa menerima? Kalau wakilnya dari PDIP, apakah Demokrat dan PKB rela?
Begitu juga seandainya Golkar memilih wakil dari Demokrat, PDIP dan PKB belum tentu mau legowo. Sebab politik identik dengan kekuasaan.
Alasan kedua, koalisi besar sulit terwujud karena untuk menentukan koalisi dalam pilkada termasuk menentukan siapa yang akan dicalonkan, tetap akan bergantung pada hirarki partai. Pimpinan parpol di tingkat kabupaten tetap harus mendapat restu dari pimpinan di tingkat daerah (provinsi), bahkan di tingkat pusat (DPP) untuk menentukan pasangan cabup yang akan diusung. Mereka yang ada di tingkat pusat tentunya juga akan melakukan kalkulasi politik secara cermat sebelum menentukan koalisi. Untuk koalisi besar yang mencoba dibangun PDIP bersama Demokrat, PKB, PKS, PPP, dan PAN nasibnya juga hampir sama. Karena masing-masing partai besar ini pasti menginginkan sesuatu, atau secara terang-terangan menginginkan posisi atau kekuasaan. Sementara posisi yang ada hanya ada dua, yaitu cabup (calon bupati) dan cawabup (calon wakil bupati). Tarik menarik kepentingan pasti akan terjadi. PDIP sebagai peraih 7 kursi mungkin akan memasang kadernya sebagai cabup. Persoalan akan muncul ketika menentukan wakilnya, apakah dari Demokrat, PKB, atau PKS? Apakah mungkin juga dari PAN atau PPP? Melihat kondisi ini, sangat kecil kemungkinan koalisi besar bakal terwujud. Koalisi mungkin hanya akan dilakukan dengan parpol lain hanya untuk memenuhi persyaratan minimal 15% kursi DPRD atau setara 8 kursi untuk bisa mengajukan pasangan cabup. Misalnya antara PDIP (7 kursi) dengan PKB (5 kursi) menjadi 12 kursi. Atau antara Demokrat (5 kursi) dengan PKS (4 kursi) menjadi 9 kursi. Bisa juga PDIP (7 kursi) cukup hanya menggandeng PPP yang memiliki 1 kursi sehingga jumlahnya 8 kursi, cukup untuk mengusung pasangan cabup sendiri. Terlepas partai ini mau berkoalisi dengan partai apa, sangat mungkin akan muncul tiga pasang cabup dari parpol. Yaitu satu dari Golkar dan dua dari partai koalisi, plus satu pasang calon dari jalur independen. Kalau ini benar benar terjadi, tentunya pesta demokrasi di Indramayu akan meriah dan menarik untuk dicermati.
Sedangkan bagi calon yang menempuh pendopo dengan menggunakan kendaraan independen maka sangat tidak mungkin terganjal dengan popularitas dan mesin politik yang dibuat sendiri dengan sistem manajemen yang ada. Secara konstalasi politik bahwa selama yance menjalankan roda pemerintah daerah Indramayu sangat kecil isu-isu yang miring, jelas berbeda dengan Kabupaten Garut yang pada saat itu tersumbat dengan masalah korupsi di tingkatan pejabat pemdanya yang mengakibatkan rakyat kecewa dengan pimpinannya.
Suksenya jalan menuju pendopo tergantung mesin politik yang mampu menggerakan seluruh tenaganya secara maksimal dalam menyukseskan pasangan Calon Bupati dan Wakilnya.
Dari : http://warunglips.wordpress.com/2009/12/15/

No comments: