SELAMAT DATANG DI HALAMAN WEBSITE DESA KERTAJAYA

SELAMAT DATANG DI HALAMAN WEBSITE DESA KERTAJAYA
SIAGA MELAYANI MASYARAKAT & GIAT MEMBANGUN

Sunday, June 13, 2010

Menuju Otonomi Rakyat Desa

Menuju Otonomi Rakyat Desa

(Catatan dari Workshop Teknik Pembuatan Peraturan Desa) 

ABPEDSI sebagai agen Pembaharuan Desa
Indramayu memiliki 303 desa dan 8 kelurahan yang tersebar di 31 Kecamatan. Otonomi Desa yang merupakan amanat dari Undang-undang Pemerintahan Daerah Nomor 32 Tahun 2004 semestinya dijalankan sesuai dengan maksud yang terkandung didalamnya. Kenyataanya, Otonomi Desa masih sebatas wacana belaka. Kini saatnya Otonomi Desa dijabarkan ditingkat lapangan sesuai dengan maksud dan tujuannya. Caranya? Sudahi wacana!!! Mari kita bekerja!!! Bekerja untuk Pembaharuan Desa.

Tanggal 2 Juni 2007 dilangsungkan Workshop Tekhnik Pembuatan Peraturan Desa bertema : ”Penguatan Partisipasi Masyarakat Desa Dalam Mewujudkan Kemandirian Pemerintahan Desa” diselenggarakan DPD ABPEDSI (Assosiasi Badan Permusyawaratan Desa Seluruh Indonesia) Kabupaten Indramayu bekerja sama dengan Rempug Wong Dermayu (RWD) bertempat di Aula Islamic Centre Indramayu. Acara ini dibuka oleh ASDA I Setda Pemkab Indramayu dengan diikuti 26 orang anggota BPD (Badan Permusyawaratan Desa) utusan dari Perwakilan Kecamatan se-Wilayah Kabupaten Indramayu. Ketika memberikan sambutannya, ASDA I menyatakan :

“Di Era dibukanya kran demokrasi, partisipasi masyarakat dalam bentuk pemikiran meningkat cukup signifikan, Badan Permusyawatan Desa (BPD) sebagai terminal aspirasi masyarakat desa di tingkatan Pemerintahan Desa semestinya bisa berfungsi secara efektif dan mampu menterjemahkan kemauan masyarakat untuk usaha membangun desanya“.

Sementara Saefudin, BA (Ketua ABPEDSI Kab. Indramayu) mengatakan bahwa acara workshop ini merupakan kepedulian ABPEDSI dan RWD Kabupaten Indramayu yang diharapkan mampu mendorong setiap anggota BPD untuk memiliki persepsi yang sama dalam mewujudkan Otonomi Desa menuju perwujudan Pembaharuan Desa.

Ada persoalan klasik yang mengemuka diarena workshop yaitu mengenai kesulitan bagi BPD untuk membangun kemitraan dengan Eksekutif Desa (Pemerintah Desa/ Kuwu) secara normatif, sebagaimana yang diamanatkan Undang-undang Nomor 32 tahun 2004, Peraturan Pemerintah Nomor 72 Tahun 2005 maupun Perda Nomor 8 Tahun 2006 yang mengatur secara khusus Penyelenggaraan Pemerintahan Desa. Menurut kajian peserta workshop, bila mempelajari tata aturan perundangan yang berlaku, maka Tupoksi (tugas pokok dan fungsinya) Kuwu disamping melaksanakan tugas perbantuan dari Pemerintah dan atau Pemerintah Daerah, juga berkewajiban menjalankan aspirasi warganya dan selanjutnya direduksi dalam suatu Peraturan Desa (Perdes). Kenyataannya, terdapat banyak desa yang belum memiliki Perdes, setidaknya belum memiliki Perdes yang baik, akomodatif serta sesuai dengan kaidah-kaidah peraturan perundang-undangan yang berlaku. Padahal, Peraturan Desa merupakan payung hukum untuk menjalankan kebijakan pembangunan di desanya. Lain halnya dengan Peraturan Desa yang mengatur tentang Anggaran Pendapatan dan Belanja Desa (APB-Des) memang dibuat secara rutin oleh Kuwu.

Gambaran tersebut hampir dialami seluruh Penyelenggara Pemerintahan Desa di Kabupaten Indramayu. Hal ini mengemuka dan disuarakan peserta dalam acara dialog peserta. Apa yang semestinya menjadi solusi perbaikannya ? adalah sebuah pertanyaan yang belum bisa terjawab, sejak diberlakukannya undang-undang Otonomi Daerah hingga kini.

Ali Mustadi Sekjen RWD (Rempug Wong Dermayu) – menyatakan bahwa terpuruknya kondisi penyelenggaraan Pemerintahan Desa dalam memberikan pelayanan publik bersumber pada rendahnya tingkat keilmuan yang dimiliki oleh pelaku Pemerintahan Desa. Untuk itu dipandang perlu adanya peningkatan skill kepemimpinan serta perubahan paradigma secara utuh khususnya para pihak yang terlibat dalam penyelenggaraan Pemerintahan Desa.

Sedangkan Golib Munawar, SH (Pemateri Bedah Perda Nomor 8 Tahun 2006) menilai pesimis terhadap usaha-usaha para pihak dalam mewujudkan Otonomi Desa secara bottom up. Salah satu kendalanya adalah kompetensi Kuwu sebagai pemimpin di desanya untuk menterjemahkan aspirasi masyarakat yang dipimpinnya masih belum merata. Lebih lanjut Golib Munawar mengungkapkan bahwa solusi jalan pintas guna mewujudkan Pembaharuan Desa di Indramayu adalah adanya political will dari Pejabat Politik di tingkat Daerah.

Di akhir acara para peserta yang merupakan perwujudan anggota Badan Permusyawaratan Desa (BPD) se-Kabupaten Indramayu merekomendasikan kepada DPD ABPEDSI Kabupaten Indramayu bersama Rempug Wong Derrmayu (RWD) untuk menyuarakan terwujudnya Pembaharuan Desa menuju keadilan sosial bagi masyarakat desa.

Diantara rekomendasinya adalah sebagai berikut :
1. Mendorong semua stakeholder yang ada di Indramayu dan khususnya Pemerintah Kabupaten Indramayu untuk memiliki kepedulian terhadap peningkatan kapasitas BPD dalam rangka menumbuh kembangkan proses demokratisasi ditingkat Desa.
ABPEDSI dan RWD menyadari betul mengenai kondisi SDM Badan Permusyawaratan Desa seluruh Indramayu terkait proses demokratisasi di desa. Hal ini merupakan oto kritik ABPEDSI sebagai wadah komunikasi BPD se Kabupaten Indramayu dan kepedulian Rempug Wong Dermayu (RWD) untuk selanjutnya melakukan langkah-langkah pembaharuan dan peningkatan kapasitas keilmuan BPD. Upaya peningkatan skill BPD sebagai salah satu lembaga Pemerintahan Desa tersebut harus bermuara pada peningkatan kinerja sehingga proses demokratisasi di desa dapat berjalan dengan baik. Salah satu langkah untuk mewujudkannya adalah adanya kepedulian semua stakeholder, terlebih Pemerintah Daerah untuk melakukan serangkaian upaya yang bermuara pada cita-cita tersebut diatas.

2. Dalam rangka menumbuh kembangkan proses demokratisasi di Desa, salah satu wujud nyata adalah dihapusnya segala biaya pemilihan kuwu yang selama ini sebagian besar dibebankan kepada masyarakat (Calon Kuwu) selanjutnya wajib dibiayai oleh APBD dan bantuan APBDes.
Sudah menjadi rahasia umum bahwa dalam Pemilihan Kepala Desa sebagian besar biaya penyelenggaraan Pemilihan Kepala Desa dibebankan kepada warga masyarakat (calon Kuwu), hal mana tidak berlaku bagi Pemilihan Kepala Eksekutif dari Pusat hingga Daerah dan Legislatif dari Pusat hingga Daerah. Sistem ini dipandang sebagai peluang yang bermuara pada kemunduran proses demokrasi di desa. Lebih jauh dari itu, karena system pemilihan formal yang tidak adil, maka kerap kali dijadikan bahan pembenaran (Justifikasi) bagi calon Kuwu terpilih untuk melakukan perbuatan-perbuatan tidak terpuji dalam hal pengelolaan keuangan desa –dimana- kepala desa adalah penanggung jawab pengelolaan keuangan desa.
Sebagai langkah inovasi, harus ada kamauan politik local (local political will) untuk mendorong hidupnya proses demokrasi di desa dengan cara menghapuskan biaya penyelenggaraan pemilihan kuwu dari calon kuwu, selanjutnya segala biaya penyelenggaraan pemilihan kuwu dibebankan kepada APBD dan Bantuan dari APBDes.

Rumus keuangan : Jumlah Desa x biaya pemilihan = Jumlah total
 302 desa x 40 juta = 12.080.000.000 (Dua Belas Milyar Delapan Puluh Juta rupiah

Angka tersebut diatas tidaklah sulit bagi keuangan daerah untuk mengalokasikannya jika Eksekutif Daerah dan DPRD memiliki komitmen besar mambangun demokrasi ditingkat desa menuju kemakmuran masyarakat desa.
Berdasarkan logika demokrasi, maka kost yang dikeluarkan oleh APBD dihubungkan dengan manfaat kehidupan demokrasi ditingkat desa, tidak ada alasan bagi Eksekutif Daerah dan DPRD untuk mengatakan “tidak cukup Anggaran Daerah dalam membiayai penyelenggaraan pemilihan Kuwu di seluruh desa di Kabupaten Indramayu” tersebut. Hal ini merupakan langkah inovatif yang sangat terpuji untuk kemajuan masyarakat desa di Kabupaten Indramayu ke depan sehingga Visi REMAJA Kabupaten Indramayu dapat dirasakan manfaatnya. Lebih jauh, Kabupaten Indramayu ke depan dapat dijadikan Pilot Project skala Nasional sebagai Daerah Tingkat II yang pertama membebaskan biaya pemilihan kuwu dari anggota masyarakat (Calon Kuwu).

3. Mendesak pemkab Indramayu untuk memfasilitasi terciptanya produk - produk legislasi di tingkat desa yang berkeadilan dan kerakyatan dalam upaya percepatan Pembaharuan Pemerintahan Desa.

Dengan restrukturisasi kepemimpinan BPD seluruh Desa di kabupaten Indramayu, seyogyanya Pemerintah Kabupaten Indramayu bukan hanya selesai pada tahap pelantikan semata. Bayi yang baru lahir saja langsung diberi rangsangan serta ASI oleh Ibunya, oleh karenanya BPD sekarang ini ibarat bayi yang baru lahir yang membutuhkan rangsangan dari Pemerintah Kabupaten Indramayu sebagai upaya untuk menumbuhkan inovasi dan kreatifitas dalam menentukan langkahnya.
Peran Pemerintah Kabupaten Indramayu dalam hal ini, wajib memberikan pembekalan yang representatif kepada BPD yang baru lahir demi keberlangsungan keberadaannya dan meningkatkan produktifitas kinerja untuk melahirkan produk – produk legislasi di Desa.

DPD ABPEDSI Kabupaten Indramayu bersama Rempug Wong Dermayu (RWD) berangkat dari rasa kepedulian, mengawali pemberian rangsangan kepada BPD yang baru lahir dengan mengadakan Workshop Perancangan Peraturan Desa, yang melibatkan peserta dari setiap utusan Kecamatan satu orang BPD. Namun hal ini kami sadari bahwa acara tersebut belum repesentatif dari seluruh desa di Kabupaten Indramayu. Oleh karenanya sebagai follow up atas dasar usulan peserta pada saat itu, pemerintah kabupaten Indramayu harus menindak lanjuti acara Workshop Perancangan Peraturan Desa yang diprakarsai oleh DPD ABPEDSI Kabupaten Indramayu dan Rempug Wong Dermayu (RWD).

4. Dalam upaya percepatan pembaharuan desa, Pemerintah Kabupaten Indramayu wajib mengkaji ulang tentang (politik anggaran) dana perimbangan keuangan Kabupaten – Desa yang rasional dan berkeadilan.
Perlu disadari bersama bahwa tumbuhnya Sumber Daya Manusia (SDM) dan tolok ukur Pembangunan Daerah hingga Pembangunan Nasional adalah dari Desa. Tanpa Desa tidak mungkin ada Kabupaten/Kota, Pripinsi maupun Negara, kebudayaan nasional pastinya muncul dari Desa, hal ini merupakan wujud nyata bahwa Desa merupakan potensi yang sangat vital. Otonomi Daerah merupakan gerbang awal untuk meningkatkan potensi Desa.

Otonomi Daerah bukan hanya sebatas wacana, Reformasi Birokrasi bukan hanya sebatas konsep. Namun yang lebih penting bagaimana Pemerintah daerah memposisikan Desa sebagai embrio pertumbuhan Pembangunan Daerah hingga Nasional, yang harus dijaga dan di tingkatkan potensinya.

Pendapatan desa yang diamanatkan dalam pasal 68 diantaranya poin b dan c Peraturan Pemerintah Nomor 72 Tahun 2005 tentang Desa, bahwa paling sedikit 10% dari bagi hasil pajak daerah Kabupaten / Kota dan dari retribusi daerah Kabupaten / Kota serta Alokasi Dana Desa paling sedikit 10% dari dana perimbangan keuangan Pusat dan daerah yang diberikan ke Kabupaten/Kota yang dibagikan secara proporsional kepada seluruh desa.

Meninjau dari penjelasan pasal 68 poin b dan c bahwa ; Huruf b :Dari bagi hasil pajak daerah Kabupaten/Kota paling sedikit 10% (sepuluh per seratus) diberikan langsung kepada Desa. Dari retribusi Kabupaten/Kota sebagian diperuntukkan bagi desa yang dialokasikan secara proporsional.

Huruf c : Yang dimaksud dengan bagian dari dana perimbangan keuangan pusat dan daerah adalah terdiri dari dana bagi hasil pajak dan sumber daya alam ditambah dana alokasi umum setelah dikurang belanja pegawai. Dana dari Kabupaten/Kota diberikan langsung kepada Desa untuk dikelola oleh Pemerintah Desa, dengan ketentuan 30% (tigapuluh per seratus) digunakan untuk biaya operasional pemerintah desa dan BPD dan 70% (tujuh puluh per seratus) digunakan untuk kegiatan pemberdayaan masyarakat.

Dengan demikian, perlu kiranya Pemerintah Kabupaten Indramayu untuk mengkaji ulang bersama – sama Pemerintahan Desa ( Kuwu dan BPD ) dalam pemenuhan optimalisasi pendapatan desa, bukan hanya berpatokan pada batas minimal10% untuk ADD, akan tetapi sebagai wujud inovasi Pemerintah Kabupaten Indramayu guna mempercepat tumbuhnya pembaharuan desa dalam menopang pembangunan Daerah hingga Nasional harus ada keberanian untuk memberikan Alokasi Dana Desa lebih dari batas minimal yang konkritnya dari 10% menjadi 20% untuk seluruh desa di Kabupaten Indramayu.

5. BPD sebagai mitra Pemerintah Desa dan memiliki kedudukan yang sejajar secara yuridis formal dengan Pemerintah Desa, mendesak Pemerintah Kabupaten Indramayu untuk meningkatkan insentif nominal bagi BPD sebagai langkah konkret untuk memberi daya rangsang kepada BPD dalam upaya peningkatan kinerja BPD.
Di Era Reformasi ini dimana kran demokrasi dibuka lebar-lebar, partisipasi masyarakat dalam bentuk pemikiran (aspirasi) meningkat cukup signifikan. Badan Permusyawatan Desa (BPD) sebagai terminal aspirasi masyarakat di tingkatan Pemerintahan Desa dituntut bisa berfungsi secara efektif dan mampu menterjemahkan kemauan masyarakat dalam usaha membangun desanya. Tugas ini tidaklah ringan. Disamping keberadaan BPD masih dalam usia sangat muda, secara faktual, BPD kurang memiliki sensifitas dalam malakukan kerja-kerja politik, baik dalam tingkatan menyerap aspirasi maupun mengawal kebijakan Pemerintah Desa. Salah satunya disebabkan karena rendahnya sensifitas Politik Anggaran -baik tataran APBD Kabupaten terlebih ABPDes- yang memilki kecenderungan cukup untuk memberikan rangsangan secara manusiawi kepada Anggota BPD secara keseluruhan.

BPD sebagai bagian dari Pohon harapan masyarakat desa, agar dapat bekerja secara optimal untuk mewujudkan pembaharuan desa menuju kemandirian desa, hendaklah ada perhatian serius dalam persepsi anggaran yang memihak dan rasional, dalam hal ini Pemerintah Daerah untuk memberikan insentif secara layak dan manusiawi kepada BPD dari Alokasi Dana Desa (ADD) yang semula 25% menjadi 40% dari 30% ADD untuk operasional Pemerintahan Desa. Serta adanya kepastian hak dari Pendapatan Asli Desa dengan proporsi untuk BPD 10% dari PADes.

No comments: